4 Desember 2012

Perkembangan Teknologi Ubah Wajah Media di Indonesia


Dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu, perkembangan media di Indonesia sudah sangat pesat, seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Seseorang yang sudah mengamati perkembangan ini sejak lama adalah David Hill. Berbagai bukunya, seperti Media, Culture and Politics in Indonesia (2000) dan The Internet in Indonesia's New Democracy (2005) merupakan buku panduan di banyak universitas. Dalam wawancara bagian pertama ini, kami melihat bagaimana internet mengubah wajah media di Indonesia.
media berita
 Radio Australia (RA): Anda sudah meneliti media dan sastra di Indonesia sejak lama, apa yang membuat Anda tertarik dengan media di Indonesia pada awalnya?

David Hill:  Mula-mula saya menjadi tertarik akan sastra Indonesia karena belajar Bahasa dan Sastra Indonesia ketika saya masih mahasiswa S1 di Australia National University (ANU) di Canberra. Kemudian karena tertarik kepada Bapak Mochtar Libus sebagai satu figur sastrawan, saya menyadari ada kaitan yang sangat erat antara sastra dengan media cetak di Indonesia secara historis. Dari aspek itu saya makin lama makin tertarik akan masalah Indonesia di media, dan mulai menulis tentang media secara luas.

RA: Tahun 1997, Anda melihat perkembangan internet di Indonesia dalam tulisan Anda ‘Wiring the Warung’, sekarang, 15 tahun setelah merilis artikel tersebut, bagaimana Anda melihat perkembangan internet di Indonesia?


David Hill: Saya kira pada awal dari fenomena internet di Indonesia ataupun di negara-negara lain di seluruh dunia, para pakar susah menyadari atau melihat ke depan betapa besar dampaknya kepada dunia intelektual, dunia politik, dunia sosial dan dunia budaya. Jadi kalau kita melihat sekarang di Indonesia, internet sudah menjadi salah satu aspek kehidupan sehari-hari. Orang kirim SMS melalui hape-nya, orang menyambung ke internet untuk mencari informasi, baik melalui informasi pribadi, seperti Facebook ataupun sebagainya, bahkan juga untuk perdagangan. Jadi dapat dikatakan internet sudah menjadi aspek yang serba ada di Indonesia. Pada awanya, barangkali kami semua belum menyadari betapa besar dampaknya.

RA: Bagaimana Anda melihat peranan dari internet dan jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter dalam perkembangan media di Indonesia?

David Hill: Saya kira perusahaan-perusahaan media yang memusatkan perhatian pada internet, mereka menjadi pesaing yang cukup keras bagi media tradisional, seperti media cetak, TV dan radio. Jadi fenomenanya adalah orang mencari berita terbaru dan informasi melalui internet daripada mengharapkannya melalui radio. Ini menjadi semakin kentara. Jadi di Indonesia saya kira  perusahaan-perusahaan spesialis internet makin lama, semakin kuat dan ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi pemilik media cetak, yang semakin lama, semakin kalah.

RA: Apa artinya internet menjadi ancaman bagi media elektronik, seperti TV dan radio? Atau malah dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan pelayanan?

David Hill: Saya kira hubungan dan interaksi atau kerja sama antara media internet dengan media televisi dan radio merupakan sesuatu yang sangat halus dan sangat kompleks sebetulnya. Di banyak negara, acara-acara televisi juga dapat ditonton melalui internet pada waktu yang berlainan. Misalnya, kalau acara disiarkan hari ini di televisi, besok lusanya atau bulan depan masih bisa dinimkati di situs internet. Kaitan antara pemilik stasiun televisi dengan pemilik situs internet yang melayani selera pentonton akan semakin erat. Karena penonton makin lama makin jelas, bahwa mereka ingin menikmati siaran atau acara televisi dalam bentuk internet melalui situs internet seusuai dengan kebiasaan mereka. Jadi kalau itu bisa dinimkmati pada waktu yang sesuai, berarti audiens  untuk acara televisi semakin besar dan makin lebar, meski audiens itu tidak menontonnya melalui televisi.

RA: Budiono, pendiri detik.com, mengatakan bahkan perkembangan internet dan digital media di Indonesia mengalahkan media di Australia.

David Hill: Saya kira situasi untuk internet di Indonesia dibandingkan dengan Australia itu memang ada beberapa aspek yang sangat berbeda. Ada juga yang hampir sama. Yang sangat menyolok di mata saya ialah karena di Indonesia, lebih banyak orang sebagai populasi total menikmati atau menyambung internet melalui hape, atau tablet. Kebanyakan mengaksesnya memakai hape. Sedangkan di Australia, lebih banyak diakses melalui komputer atau melalui tablet. Dan saya kira juga secara intelektual, jumlah orang yang menjadi ahli internet di Indonesia, yang memperjualbelikan program-program internet itu lebih besar, dibandingkan dengan di Australia. Oleh karena itu, saya kira banyak yang dapat kami pelajari, bahkan dari langkah-langkah yang telah diambil di Indonesia.

RA: Apakah anda menilai media di Indonesia sudah berkembang sejak orde baru?

David Hill: Ya, saya kira sangat, sangat berbeda. Sekarang Indonesia mempunyai suatu dunia media dan wacana media yang jauh lebih bebas, lebih terbuka dibandingkan dengan negara apapun di Asia Tenggara. Juga jumlah pemilik media di Indonesia cukup lebar dibandingkan dengan struktur kepemilikan media di Australia, misalnya, saya kira konsumen media di Indonesia bisa menikmati informasi dari berbagai sumber. Informasinya itu ada yang dapat diandalkan, yang memang sangat profesional, yang disaring dan diedit dan ditentukan kebenarannya. Juga sampai beberapa outlet media yang menyajikan informasi yang sangat tendensius, sangat provokatif, dan belum berdasarkan analisa yang matang. Jadi ada variasi yang sangat jelas dan sangat besar. Tapi adanya anekaragaman media merupakan sesuatu yang sangat menguntungkan masyarakat Indonesia, menurut pendapat saya.

RA: Jadi kemunculan media-media baru di Indonesia, Anda melihatnya sebagai hal yang menguntungkan?

David Hill: Saya kira sangat menguntungkan, dan salah satu faktor yang harus dipertahankan adalah keanekaragaman dalam kepemilikan media. Jangan sampai Indonesia meniru Australia, di mana hanya satu, dua orang saja atau sejumlah orang yang sangat kecil jumlahnya yang menguasai melalui kepemilikannya.

Jadi jelaslah, Indonesia dengan kebijakan media dan penduduknya, bisa saja menjadi pusat perkembangan teknologi tersebut. Tentunya harus ada kesinambungan antara kualitas SDM dengan fasilitas dan kebijakan pemerintah.

sumber: radioaustralia


'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar